GURU MODERAT
Lamun jalma kudu ngagugu kabéh kana kahayang batur
Tangtu ripuh anu ngagugu ngeunah anu digugu
Lamun jalma embung ngagugu kana kahayang batur,
Tangtu ripuh anu hayang digugu, ngeunah anu embung ngagugu
Anu matak rapihna lamun silih gugu
Satengah jeung satengah, sakadar henteu matak ripuh salah saurang.
Sebuah tulisan bujangga besar Sunda H. Hasan Mustapa, menggambarkan betapa pentingnya sikap moderat dalam kehidupan. Jalan tengah yang dianggap sebagai jalan keluar menjadi sebuah simbol keadilan, agar tidak hanya salah satu yang dirugikan, atau diuntungkan, demi mencapai cita-cita bersama, dan kebaikan seluruh umat manusia.
Jika kata moderat biasanya dikaitkan dalam prinsip beragama, namun arti lain menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah berkecendrungan ke arah dimensi, atau jalan tengah. Dalam struktur kognitif, menjadi moderat adalah level kognitif tingkat tinggi. Untuk menjadi level ini akan dicirikan sebagai orang yang adil, menjadi penengah antara berbagai konflik, memiliki kemampuan melakukan negosiasi secara baik, dan memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan secara tepat dan bijak.
Dunia pendidikan belakangan ini sedang berduka dengan terungkapnya kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi, baik di sekolah formal ataupun non formal. Tentu saja ini menjadi pusat perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimana mungkin hal tercela seperti itu dapat terjadi terus berulang di sebuah lembaga pendidikan. Akankan hal ini akan dibiarkan terjadi kembali di tahun depan? Atau mungkin bulan depan? Bahkan mungkin hari esok?
Sebelumnya pemerintah tengah memberikan pencerahan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 81A tahun 2013, tentang implementasi kurikulum. Bahwa pendidikan haruslah berpusat kepada siswa. Memberikan arti bahwa siswa tidak pasif dalam kegiatan pembelajaran, mereka memiliki hak untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Namun sayangnya yang terjadi saat ini adalah otoritas Guru mendominasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tentu saja hal ini menyulitkan siswa untuk berkembang. Sehingga mereka tidak memiliki kemampuan berfikir kritis dan sangat mudah untuk diperdaya.
Bukankah setiap insan harus memiliki kemampuan berfikir kritis, karena dengan begitu kita dapat saling membantu, bekerja sama untuk mencari kebenaran dalam menjalani kehidupan, sehingga tidak hanya bersikap pasif, menunggu, dan selalu mempercayai pandangan oranglain yang belum tentu kebenarannya yang mungkin akan berdampak buruk bagi sesuatu yang lainnya.
Kelemahan-kelemahan ini akan terus berulang jika kita tidak bertindak secara cepat. Kesalahan mungkin bukan hanya terletak pada oknum-oknum yang kini menjadi tersangka, namun juga kita sebagai Guru yang kurang memberikan pengalaman belajar siswa, tidak membentuk karakter berfikir kritis yang dibutuhkan di abad 21. Kita yang hanya terbiasa mengandalkan lembaran LKS dan buku teks, tanpa mempertimbangkan perkembangan psikologi siswa. Memanjakan siswa dengan soal-soal hafalan, yang jawabannya dapat diambil dari sebuah teks yang tertulis di buku. Membuat siswa lemah dalam berfikir dan enggan dalam inovasi. Maka dari itu pentinglah bagi kita sebagai Guru memiliki sikap moderat, dalam hal ini berarti mengambil jalan tengah sebagai cara memberikan pendidikan kepada siswa, sehingga siswa dapat terlatih dalam berfikir kritis dan dapat mengekspresikan kemampuannya dalam belajar.
Sikap moderat yang tergambar dari sebuah tulisan bujangga besar Sunda H. Hasan Mustapa sangatlah baik untuk dijadikan sebagai falsafah hidup Guru. Jika kita mengkajinya lebih dalam, maka tulisan itu akan bermakna bahwa: Sebagai Guru haruslah memiliki sikap terbuka, menerima masukan-masukan yang dapat memberikan dampak baik bagi pendidikan. Baik dari atasan, rekan kerja, dan siswa sekalipun. Walau tidak semua pendapat itu benar, namun kita akan menemukan pendapat lain yang dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan kita.
Kemudian setelah itu, Guru harus memiliki kemampuan berfikir secara rasional, dapat menimbang-nimbang kelebihan dan kekurangan dalam bertindak. Mengetahui efek yang akan terjadi dari sebuah proses pendidikan yang dilaksanakannya. Sebagai contoh jika saya berperan sebagai Guru killer, maka dapat dipastikan tidak akan ada siswa yang nyaman belajar dengan saya. Jika ada pun mungkin itu terpaksa. Tentu saja hal ini pun dapat mempengaruhi perkembangan psikologi siswa. Yang harus menjadi catatan adalah, bahwa saat ini siswa membutuhkan Guru yang menyenangkan, dapat meracik sebuah kegiatan belajar yang tidak monoton, menarik perhatian siswa dan mempengaruhi cara berfikir kritis siswa.
Selanjutnya sikap moderat dapat ditunjukan dengan kebermanfaatan, bahwa tidak hanya Guru yang dapat memetik sebuah manfaat dari proses pembelajaran, sekecil dan sebesar apapun manfaat itu harus dirasakan oleh kedua belah pihak, baik Guru dan siswa. Hal ini sebagai keadilan dalam proses pendidikan.
Selain itu, jika rendah diri tidak dibenarkan, maka rendah hati sangatlah dianjurkan. Karena sebuah pepatah mengatakan “diatas langit masih ada banyak langit” tidak merasa paling benar dapat menghindarkan kita dari sikap otoriter, sesuai dengan kalimat yang dituliskan H. Hasan Mustapa “anu matak rapih lamun silih gugu”sebagai makna mencari jalan tengah, yaitu sebuah kebenaran yang disepakati bersama, karena sejatinya kehidupan ini begitu dinamis.
Share This Post To :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
- Penulis Terpilih Lomba Menulis BATCH 23 Tingkat Nasional
- MPLS SMAN 1 Karangnunggal 2024
- Sistem Pendidikan Dialogal
- Siswa Matang dan Kokoh, Yuk Kita Berprojek
- PEMAKAIAN APLIKASI KAHOOT DI ERA DIGITAL
Kembali ke Atas